Header Ads Widget

Responsive Advertisement

COVID-19 Dapat Mengontaminasi Sel Otak Dan Pacu Kerusakan Waktu Yang Panjang Pada Manusia

COVID-19 Dapat Mengontaminasi Sel Otak Dan Pacu Kerusakan Waktu Yang Panjang Pada Manusia


Beberapa periset mengingatkan jika pasien COVID-19 dengan tanda-tanda enteng bisa alami kerusakan otak serius yang kemungkinan berpengaruh periode panjang. Peringatan ini dipastikan sesudah study terkini memperlihatkan jika SARS-CoV-2 pemicu COVID-19 bisa mengakibatkan kompleksitas neurologis yang kronis, terhitung infeksi otak, psikosis, dan delirium.


Bahkan juga penemuan terkini menunjukkan virus SARS-CoV-2 pemicu COVID-19 ini bisa masuk langsung dan mengontaminasi jaringan otak.


Virus SARS-CoV-2 pemicu COVID-19 dapat mengontaminasi otak dan menghancurkan


Tanda-tanda dan imbas yang diakibatkan infeksi virus corona pemicu COVID-19 masih ditelaah. Sepanjang beberapa bulan akhir beberapa periset mendapati rangkaian imbas sementara atau periode panjang yang mempunyai Agen Slot potensi serang pasien COVID-19.


Virus SARS-CoV-2 pemicu COVID-19 bisa bajak beberapa sel otak, memakai kekuatan dianya dalam memisah diri. Virus ini langsung mengontaminasi beberapa sel otak yang disebutkan neuron.



Bukti itu disampaikan dalam sebuah yang di-publish di bioRxiv, jurnal yang yang belum lewat pantauan rekanan sepekerjaan (peer-review).


Periset lakukan riset pada tiga pasien COVID-19 yang wafat. Mereka membedah dan mengecek jaringan otak mayat itu. Untuk pastikan dari hasil pengecekan jaringan, beberapa periset bereksperimen pada sel (organoid) dan pada tikus.


Dalam uji coba pada organoid, team mendapati jika virus SARS-CoV-2 pemicu COVID-19 ini bisa masuk neuron otak lewat reseptor ACE2. Reseptor ACE2 ialah protein yang dipakai virus untuk masuk sel dan memacu infeksi.


Mereka selanjutnya memakai mikroskop khusus dan menyaksikan partikel virus pemicu COVID-19 bisa kuasai jaringan neuron dan perbanyak diri.


Dalam uji coba ini, periset mendapati ada peralihan metabolisme pada beberapa sel otak sehat yang ada di dekat sel yang sudah terkena. Mengakibatkan beberapa sel yang ada di dekat sel yang terkena ini mati. Menurut periset, ini memperlihatkan jika sel yang terkena itu mengambil kandungan oksigen dalam sel sehat di sampingnya untuk menolong sang virus memisah diri.


COVID-19 dapat mengakibatkan kerusakan otak


Saat sebelum terlebih dahulu dijumpai jika infeksi COVID-19 bisa mengakibatkan beragam kerusakan dalam otak. Periset dari University College London (UCL) mengeluarkan hasil study pada 43 pasien COVID-19 yang memperlihatkan kompleksitas kerusakan otak dan saraf serius. Dalam perincian laporan itu periset ketahui minimal ada 4 dampak virus pada saraf otak.


Pertama, banyak pasien COVID-19 alami kondisi kebingungan yang dikenali sebagai delirium atau ensefalopati. Keadaan delirium umumnya dihubungkan dengan pengurangan kognitif, masalah memory, sampai berasa bingung dan alami disorientasi.


Pada sebagian besar kasus COVID-19, masalah saraf otak ini terjadi cuman sebentar. Walau demikian, beberapa pakar saraf menanyakan kenapa keadaan ini terjadi pada pasien COVID-19.


Pada sebuah study kasus, delirium terjadi pada orang pasien COVID-19 berumur 55 tahun yang tidak mempunyai kisah mental awalnya. Pasien ini dikeluarkan dari rumah sakit sesudah 3 hari memperlihatkan tanda-tanda COVID-19 terhitung demam, batuk, dan ngilu otot.


Sepulangnya ke rumah, pasien ketidaktahuan dan alami disorientasi, fantasi visual, dan pendengaran.


Ke-2 , salah satunya penemuan yang mencemaskan ialah penemuan beberapa kasus pasien dengan infeksi pada mekanisme saraf pusat berbentuk ADEM (acute disseminated encephalomyelitis).


ADEM sebagai keadaan cukup sangat jarang. Tetapi semenjak pandemi COVID-19 semakin makin tambah meluas, makin banyak kasus infeksi mekanisme saraf pusat yang banyak muncul. Dalam study ini saja telah ada 9 kasus pasien yang alami ADEM.


Ke-3 , keadaan stroke menjadi satu diantara kompleksitas yang terjadi pada pasien COVID-19 dalam riset ini. Setengah pasien dalam riset ini mempunyai factor resiko stroke, setengah yang lain tidak. Mereka cuman mempunyai infeksi COVID-19 sebagai factor resiko munculnya kompleksitas mekanisme saraf ini. Paling akhir ialah kekuatan kerusakan otak yang lain.



Apa kerusakan otak ini berpengaruh periode panjang?


Sampai sekarang ini minimal ada 300 riset di penjuru dunia yang mendapati hubungan COVID-19 dengan abnormalitas otak dan saraf. Terhitung tanda-tanda enteng seperti sakit di kepala, kehilangan penciuman, dan kesemutan.


Semua kompleksitas imbas COVID-19 dalam otak yang sudah disebut sebelumnya berpotensi kerusakan periode panjang.


"Yang terang, bila seorang pasien alami stroke, mereka kemungkinan mempunyai tersisa kekurangan dari stroke itu. Pasien dengan infeksi kemungkinan alami kekurangan endapan," kata Hadi Manji, salah satunya penulis dalam study itu.


Beberapa periset menjelaskan dibutuhkan riset selanjutnya dengan rasio yang semakin besar untuk ketahui lebih terang serta lebih tepat keterikatan COVID-19 dan saraf otak.


Beberapa periset menjelaskan imbas periode panjang dari infeksi virus dalam otak manusia sempat terjadi sesudah wabah influenza 1918.


"Kerusakan otak berkaitan dengan wabah kemungkinan serupa dengan pandemi ensefalitis lethargica ‘penyakit tidur' pada 1920-an dan 1930-an sesudah wabah Flu Spanyol 1918," Michael Zandi, seperti diambil Reuters, Rabu (8/7). Ensefalitis dan penyakit tidur sudah lama dihubungkan dengan pandemi influenza meskipun sampai sekarang jalinan langsung di antara ke-2 nya masih susah ditunjukkan.


Selainnya hubungan dengan otak dan saraf, sampai sekarang ini beberapa periset mendapati hubungan di antara COVID-19 dengan penyakit lain seperti, ginjal, hati, jantung, dan sebagian besar organ.


Post a Comment

0 Comments